Minggu, 25 Desember 2011

DPD Sebagai Alternatif Perubahan II


Saya ingin memberikan gambaran kepada masyarakat tentang apa yang paling mungkin bisa saya perjuangkan sebagai anggota parlemen jika saya menjadi Anggota DPD. Sekecil apapun peran saya nantinya. Semua terangkum dalam Tujuh Platform Perjuangan Dewan Perwakilan Daerah.

1.      Pengembangan Pola Relasi Lembaga DPD dengan Pemprrop, DPRD dan Pemkab/Pemkot
Mekanisme relasi yang jelas antara pemerintah propinsi dengan DPD sebagai wakil daerah di Senayan haruslah dikembangkan atas dasar fungsi horizontal dan fungsi vertical.

DPD harus lebih aktif dalam berdiskusi dengan pemerintah daerah sebagai pelaksana kebijakan di daerah untuk memformulasikan suara di Senayan untuk kebijakan yang bersifat nasional.

Sedangkan fungsi horizontal adalah bersama-sama dengan Pemprop dan DPRD, DPD harus secara aktif dan cerdas memberikan sumbangan pemikiran dan strategi pengembangan program daerah. Mekanisme ini harus disepakati dan dijalankan secara konsekwen,dan yang tidak kalah penting masyarakat harus terpapar dengan baik akan mekanisme ini. Sehingga merekapun bisa terlibat dalam proses pengawasannya.

2.      Penguatan Pola Pelaksanaan Otonomi Daerah
Beberapa klausul yang masih multi tafsir tentang kewenangan pusat dan daerah melahirkan kesulitan baru dalam mengimplementasikan kebijakan yang bersifat nasional di daerah. Terlebih jika kebijakan tersebut bertentangan dengan prioritas yang dicanangkan Pemkab/Pemkot atau setidaknya ketika kebijakan nasional itu akan menggunakan sumber daya daerah.

DPD sebagai perewakilan daerah harus lebih jeli melihat persoalan ini sebagai salah satu prioritas programnya. Pengembangan usulan konsep perbaikan sistem otonomi  daerah yang lebih tertata, bisa dilaksanakan dan layak untuk republic ini perlu dilakukan.

Pertama, bersama eksekutif, DPD harus lebih aktif dalam mengembangkan konsep tersebut melalui studi mendalam tentang kisah sukses dari praktek otonomi daerah selama ini. Bila perlu diadakan retret ditiap propinsi kemudian di tingkat nasional untuk melihat praktik-praktik terbaik dan atantangannya.

Kedua, mengusulkan system pemekaran wilayah yang lebh strategis dengan mekabisme yang lebih tegas. Sehingga aspirasi dan kebutuhan daerah untuk pemekaran tetap bisa tertampung. Jika pemekaran wilayah yang sudah terjadi dalam kurun waktu yang disepakati tidak berhasil, tidak menutup kemungkinan untuk regrouping atau kembali pada wilayah awal.

Ketiga, DPD juga harus lebih aktif mendorong daerah yang berhasil dan kaya untuk memberikan asistensi pada daerah tetangga yang masih tertinggal.

3.      Pengembangan Konsep Fungsi Pemerintah Propinsi
Bersama dengan DPRD, lembaga DPD perlu mendorong pemerintah propinsi untuk mengembangkan perannya menjadi lebih strategis.

Peran-peran itu antara lain :
·         Sebagai fasilitator yang memfasilitasi kabupaten dan kota untuk mengembangkan pola pembangunan sesuai dengan potensinya masing-masing. Melalui SKPD yang dimiliki, propinsi harus lebih aktif turun langsung memberikan asistensi kepada daerah berdasarkan kekhasan permasalahnnya.
·         Sebagai pusat rujukan kabupaten dan kota dalam hal data maupun tools pengembangan konsep pembangunan di daerah.
·         Sebagai pemegang wewenang untuk membuat regulasi bagi pemerataan potensi antar kabupaten dan kota untuk mengurangi ketimpangan antar daerah kaya dan daerah miskin.
·         Tentunya juga sebagai pelaksana kebijakan nasional yang juga tidak bisa diabaikan.
Ditingkat nasional, bersama dengan DPR, DPD juga harus aktif menelurkan gagasan dan mengusulkan system yang mendukung penguatan dan kejelasan peran pemerintah propinsi. Dengan memperjelas peran dan fungsi Pemprop dalam kacamata ketatanegaraan dan hukum, semua anggota DPD masing-masing propinsi juga harus saling mendukung dan member masukan untuk merumuskan sgtrategi nasional tentang implementasi dari fungsi-fungsi tersebut.

4.      Character Building dan Penularan “spora kebaikan” di Parlemen
Kita dan masyarakat ini sesungguhnya sangat merindukan pribadi yang mampu sebagai “figure teladan”. Harus ada yang menjadi Al-Muchtar atau pribadi yang terpilih.

Figur yang bernar-benar memiliki ketulusan tinggi dalam memperjuangkan nilai. Masyarakat sudah jenuh dengan jargon dan janji, bahkan yang terbungkus dalam ikrar politik atau pakta integritas sekalipun. Masyarakat butuh bukti melalui sebuah keteladanan nyata.

Sebagai wakil rakyat, sebagai Al-Muchtar, pribadi ini tidak saja terpilih dalam pemilu tapi juga menjadi pribadi pilihan dari kacamata nilai moral dan agama. Figure ini akan dengan tulus bersedia hidup seperti rakyat bahkan yang sangat sederhana sekalipun, sehingga dalam memperjuangkan aspirasi rakyat benar-benar seperti memperjuangkan dirinya sendiri.

Di parlemen, figure ini sangat diperlukan untuk menularkan “spora kebaikan” ke tengah-tengah gedung parlemen. Sebarat dan sepanjang apapun waktu yang diperlukan, tetap saja harus ada yang memulai.

Harus ada yang bersedia untuk tidak popular. Harus ada yang melawan dan memperbaiki stigma wakil rakyat itu dengan memperbaiki internal parlemen. Harus ada yang berani mengesampingkan karis politik demi sebuah perbaikan kepercayaan dan amanah rakyat. Harus ada yang takut dan taat pada hukum-hukum Allah meski beresiko diremehkan, dijauhi, dan diingkari.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar